Eksploitasi Di Balik Topeng Konservasi

Permata K.
2 min readJul 26, 2023

--

Photo a Tiger on cage during daytime by Janosch Diggelmann/Unsplash.

Tendensi sekelompok masyarakat dengan privilese memelihara satwa liar sebagai objek atensi dan koleksi pribadi menjadi suatu ironi di negeri ini. Berpose “cantik” dengan harimau dan memamerkannya di sosial media pribadi bak sebuah trofi. Berita mengenai influencer yang baru-baru ini menjadi sorotan publik karena memelihara satwa liar menuntut kita untuk mengkaji kembali aspek perlindungan hukum terhadap satwa liar (baik yang dilindungi maupun tidak). Hal ini mencakup evaluasi substansi hukum yang ada, serta implementasi dan penegakan hukum yang berlaku. Dalam kenyataannya, memang tidak ada ketentuan yang secara eksplisit melarang pemeliharaan satwa liar yang tidak dilindungi, bahkan kegiatan ini diperbolehkan apabila mengantongi izin dari pihak berwenang (Pasal 76 Peraturan Menteri Kehutanan No. 69/2013).

Merujuk kepada Pasal 83 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, disebutkan bahwa Kesejahteraan Hewan dilakukan dengan cara menerapkan prinsip kebebasan Hewan yang meliputi:
1. bebas dari rasa lapar dan haus;
2. dari rasa sakit, cidera, dan penyakit;
3. dari ketidaknyamanan, penganiayaan, dan penyalahgunaan;
4. dari rasa takut dan tertekan;
5. dan untuk mengekspresikan perilaku alaminya.

Namun apabila kita menilik berita terkait yang pula sedang menjadi sorotan saat ini, tercatat 6 ekor harimau yang berasal dari satu induk, tewas di genggaman tangan si influencer tersebut (mengutip dari era.id). Insiden ini tentu menimbulkan sejumlah pertanyaan terhadap kelima prinsip tersebut dan validitas izin yang diberikan oleh pihak berwenang.

Bagaimana bisa izin tersebut lolos begitu saja? Bagaimana bisa pihak berwenang bisa menutup mata atas kematian satwa liar dari izin yang diberikannya? Apakah mereka memang benar-benar buta dan lupa atas fungsi pengawasannya atau memang ada “penutup mata” yang diberikan agar kebobrokan tersembunyi dengan sempurna?

Dalih konservasi dan perlindungan satwa liar dari kerusakan alam rupanya hanya menjadi topeng untuk mengeksploitasi satwa demi menciptakan konten semata.

Dampak kejadian ini dapat dikatakan cukup besar bila melihat banyaknya sejumlah masyarakat yang masih menormalisasi perilaku tersebut dan mengabaikan sejumlah edukasi yang diutarakan para aktivis dan para ahli.

Kita perlu berhenti berpikir bahwa mengoleksi satwa liar adalah gaya hidup yang menawan. Alih-alih memuaskan gengsi, tindakan ini hanya berujung kepada eksploitasi dan pengekangan terhadap makhluk hidup yang tidak bersalah. Jangan sampai ketenaran diukur dari darah yang tertumpah dan kesedihan satwa-satwa yang menjadi korban demi panggung sorotan semata.

--

--

Permata K.
Permata K.

Written by Permata K.

Simply pouring all the whispers into my amateur writings.

No responses yet